Dalam suatu percakapan, Andi (nama samaran) menunjukkan bekas luka pada pergelangan tangannya. Andi mengatakan bahwa itu bekas luka silet yang dia goreskan pada tangannya. Dia melakukannya karena kesal dengan orang tuanya yang sangat pilih kasih terhadap adiknya. Karena tidak mampu melampiaskan emosi kepada orang tua dan adiknya, maka ia melampiaskan rasa kesalnya dengan menggoreskan silet pada pergelangan tangannya. Andi menutup lukanya itu dengan memakai kaos lengan panjang.
Bagi sebagian orang, tindakan dengan mengiriskan silet pada tubuhnya dan melihat luka yang timbul dan darah yang mengalir mungkin merupakan tindakan yang tidak terbayang bisa dilakukan oleh seseorang. Namun dalam kenyataannya ada orang-orang yang berani melakukannya, termasuk contoh di atas. Tindakan melukai diri sendiri seperti ini dikenal sebagai Self Injury.
Self injury atau self harm (menyakiti/melukai diri sendiri) merupakan tindakan menimbulkan luka-luka pada tubuh diri sendiri secara sengaja. Tindakan ini dilakukan tidak dengan tujuan bunuh diri tetapi sebagai suatu cara untuk melampiaskan emosi-emosi yang terlalu menyakitkan untuk diekspresikan dengan kata-kata. Self injury dapat berupa mengiris, menggores kulit atau membakarnya, melukai atau mememarkan tubuh lewat kecelakaan yang sudah direncanakan sebelumnya. Dalam kasus-kasus yang lebih ekstrim mereka bahkan mematahkan tulang-tulang mereka sendiri, memakan barang-barang yang berbahaya, mengamputasi tubuh mereka sendiri, atau menyuntikkan racun ke dalam tubuh.
Self injury sendiri merupakan kelainan psikologis yang jarang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari bukan karena jumlah kasus ini sedikit namun karena kasus-kasus yang ada merupakan suatu “fenomena gunung es”. Saat ini terdapat kecenderungan semakin meningkatnya jumlah remaja dan dewasa muda yang melakukan self injury sehingga topik ini harus dipahami dengan lebih baik.
Secara ringkas self injury didefinisikan sebagai mekanisme coping yang digunakan seorang individu untuk mengatasi rasa sakit secara emosional atau menghilangkan rasa kekosongan kronis dalam diri dengan memberikan sensasi pada diri sendiri. Self injury merupakan mekanisme coping yang kejam dan merusak namun banyak orang melakukannya karena memang mekanisme tersebut bekerja dan bahkan bisa menyebabkan kecanduan.
Menurut Patti Adler, seorang professor sosiologi di University Colorado, melihat perihal menyakiti diri sendiri sebagai semacam "pertolongan diri", daripada ekspresi yang mendekati bunuh diri. Melukai diri, menurutnya, cenderung mengarah pada mengurangi ketegangan, euforia, perasaan seksual yang meningkat, kemarahan, kepuasan keinginan menghukum diri sendiri, keamanan, keunikan, manipulasi orang lain, dan membantu dari perasaan depresi, kesepian, kehilangan, dan keterasingan. Oleh karena itu, self injury dibedakan dari bunuh diri walau keduanya sama-sama menyebabkan luka fisik pada tubuh. Perilaku ini bertujuan untuk mencapai pembebasan dari emosi yang tak tertahankan, perasaan bahwa dirinya tidak nyata, dan mati rasa.
Dorongan untuk menyakiti diri sendiri selalu muncul bagi orang-orang penderitaself-injury. Orang-orang seperti ini merasa tenang jika sudah terluka dan merasa bisa lebih mengontrol dengan menyakiti diri. Seperti dikutip dari BBCNews, ada beberapa hal yang diduga bisa menjadi penyebab orang suka melukai dirinya sendiri, yaitu:
Melukai diri sendiri bisa menjadi musuh nomor satu yang tidak kalah membahayakan diri baik secara fisik maupun mental. Biasanya ini terjadi tanpa disadari, yaitu saat kita sedang merasa down, kecewa, sedih atau sesekali merasa kurang percaya diri. Pelaku yang melukai diri sendiri sadar bahwa perbuatan yang dilakukan hanya menyebabkan pembebasan yang bersifat sementara dan tidak mengatasi akar permasalahannya. Namun bila tidak diatasi dengan benar dan cepat, akan memiliki kecenderungan untuk mengulanginya dengan peningkatan pada frekuensi dan derajat kerusakan secara fisik yang ditimbulkannya.
Kesalahan konsepsi yang lazim dijumpai dalam self injury adalah bahwa masyarakat umum menganggap bahwa tindakan ini dilakukan oleh pelakunya untuk mencari perhatian semata. Sedangkan dalam kenyataannya, banyak pelaku self injury yang sangat menyadari keberadaan luka pada tubuh mereka dan berusaha menyembunyikannya dari orang lain. Jika dipertanyakan oleh orang lain bagaimana mereka memperoleh luka-luka tersebut maka biasanya mereka menjawab bahwa luka-luka tersebut diperoleh dengan cara lain misalnya saja kecelakaan atau lainnya.
Walaupun perilaku ini nampaknya ekstrim namun sebenarnya kita tetap dapat melihat perilaku self injury dalam kelompok masyarakat yang ’sehat’. Misalnya menggigiti kuku, memencet jerawat, atau menggaruk bekas gigitan nyamuk sampai berdarah. Ada banyak juga orang-orang yang rela mengikuti diet hingga kelaparan hanya supaya dapat memakai celana ukuran tertentu. Jadi harus diperhatikan bahwa sebenarnya banyak orang yang melakukannya namun yang harus diperhatikan adalah bila kegiatan ini sudah membutuhkan perhatian khusus karena dilakukan secara berulang.
Yang bisa dilakukan untuk menolong orang yang suka melukai diri sendiri adalah dengan menjadi ‘tempat sampah’ untuk mendengarkan cerita mereka dan berusaha untuk mengarahkan masalahnya ke arah yang benar. Satu hal yang pasti, perlu bantuan professional seperti psikiater atau konselor untuk mengatasi masalah self injury-nya.
Salam
Sumber: detikhealth, gunadarma.ac.id, klikheadline.com, rumahpsikologi, medicalera.com
Berita Terkait :
Tidak Ada Komentar |
GAWAT DARURAT 24 JAM | |
0251-8240736 |
OPERATOR | |
0251-8240797 |
SMS GATEWAY | |
081111113622 (SPGDT) |